Motif
batik memiliki makna filosofi yang dalam bagi sang pembuat gambar pada selembar
kain batik. Masing-masing motif mengandung filsafat hidup yang dapat memberi
makna pada kehidupan itu sendiri. Filosofi batik merupakan perwujudan
seni yang hakikatnya dapat berfungsi sebagai penghalus budi dan rasa.
Dalam khasanah budaya Jawa, setiap motif batik memiliki arti yang dapat
membangun kesadaran manusia agar selalu berbuat baik dan bermanfaat bagi
sekelilingnya. Itulah sebabnya, desain model baju batik selalu
mempertimbangkan kesesuain motif dengan pemakainya.
Berikut
ini akan dipaparkan filosofi batik dalam beberapa nama motif yang dikenal dalam
masyarakat. Perjalanan sejarah batik di Indonesia telah tercatat dengan
baik untuk diwariskan kepada anak cucu kita.
1. Motif Ceplok
Batik
motif ceplok terinspirasi oleh bentuk buah kawung (buah atap atau
buah aren) yang dibelah empat. Keempat bagian buah bersama intinya itu
melambangkan empat arah (penjuru) utama dalam agama Budha. Bentuk pola ceplok
yang sangat kuno adalah kawung.
Ceplok merupakan kategori ragam hias berdasarkan pengulangan
bentuk geometri, seperti segi empat, persegi panjang, bulat telur, ataupun
bintang. Ada banyak varian lain dari motif ceplok, misalnya ceplok
sriwedari dan ceplok keci. Batik trumtum juga masuk kategori
motif ceplok. Disamping itu, untuk mendapatkan corak dan motif batik
yang lebih indah, motif ceplok juga sering dipadukan dengan berbagai
bentuk motif lainnya.
2. Motif Gurda
Gurda berasal dari kata garuda yang merupakan burung besar dan
gagah. Masyarakat Jawa percaya bahwa burung garuda mempunyai kedudukan yang
sangat penting. Bentuk motif gurda ini terdiri dari dua buah sayap yang
pada bagian tengahnya terdapat badan dan ekor.
Kepercayaan
masyarakat Jawa di masa lalu, memandang Garuda sebagai kendaraan Batara Wisnu yang
dikenal sebagai Dewa Matahari. Garuda menjadi tunggangan Batara Wisnu dan
dijadikan sebagai lambang matahari. Disamping sebagai simbol kehidupan, Garuda,
juga merupakan simbol kejantanan. Wajar kalau para supporter sepak bola kita
punya semboyan: “Garuda di Dadaku.”
3. Motif Sawat
Sawat
berarti melempar. Pada zaman dulu,
orang Jawa percaya dengan para dewa sebagai kekuatan yang mengendalikan alam
semesta. Salah satu dewa tersebut adalah Batara Indra. Dewa ini mempunyai
senjata yang tersebut wajra atau bajra, yangberarti pula thathit
(kilat). Senjata pusaka tersebut digunabgan dengan cara melemparkannya (Jawa: nyawatake).
Bentuk
senjata Batara Indra tersebut mempunyai seekor ular yang bertaring tajam serta
bersayap (Jawa: mawa lar). Bila dilemparkan ke udara, senjata ini akan
menyambar-nyambar dan mengeluarkan suara yang sangat keras dan menakutkan.
Walaupun
menakutkan, wajra juga mendatangkan kegembiraan sebab dianggap sebgai
pembawa hujan. Senjata pusaka Batara Indra ini diwujudkan ke dalam motif batik
berupa sebelah sayap dengan harapan agar si pemakai selalu mendapat
perlindungan dalam kehidupannya.
4. Motif Truntum
Motif
batik truntum diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (permaisuri Sunan
Paku Buwana lll), bermakna cinta yang tumbuh kembali. Beliau menciptakan motif
ini sebagai symbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama
terasa semakin subur berkembang (tumaruntum).
Kain
matif truntum biasanya dipakai oleh orang tua pengantin pada hari
pernikahan. Harapan agar cinta kasih yang tumaruntum ini akan
menghinggapi kedua mempelai. Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban
untuk “menuntun” kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru.
5. Motif Udan Liris
Motif
ini mengandundung maknaketabahan dan harus tahan menjalani hidup prihatin
biarpun dilanda hujan dan panas. Orang yang berumah tangga, apalagi pengantin
baru, harus berani dan mau hidup prihatin ketika banyak halangandan cobaan.
Ibaratnya tertimpa hujan dan panas, tidak boleh mudah mengeluh. Segala halangan
dan rintangan itu harus bias dihadapi dan diselesaikan bersama-sama.
Suami
atau istri merupakan bagian hidup di dalam rumah tangga. Jika salah satu
menghadapi masalah, maka pasangannya harus ikut membantu menyelesaikan, bukan
justru menambahi masalah.
Misalkan,
bila suami sedang mendapat cobaan tergoda oleh perempuan lain, maka sang istri
harus bias bijak mencari solusi dan mencari penyelesaian permasalahan. Begitu
pula sebaliknya, jika sang istri mendapat godaan dari lelaki lain, tentu suami
harus bersikap arif tanpa harus menaruh curiga yang berlebihan sebelum
ditemukan bukti.
6. Motif Meru
Kata
meru berasal dari Gunung Mahameru. Gunung ini dianggap sebagai tempat
tinggal singgasana bagi Tri Murti, yaitu Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Brahma,
Sang Hyang Siwa. Tri Murti ini dilambangkan sebagai sumber kebahagiaan hidup di
dunia. Oleh karena iyu, meru digunakan sebagai motif batik agar si
pemakai selalu mendapatkan kemakmuran dan kebahagiaan.
7. Motif Tambal
Ada
kepercayaan bahwa bila orang sakit menggunakan kain ini sebagai selimut, maka
ia akan cepat sembuh. Tambal artinya menambah semangat baru. Dengan semangat
baru itu diharapkan hrapan baru akan muncul sehingga kesembuhan mudah didapat.
Selain itu,dengan kehadiran para penjenguk, diharapkan si sakit tidak merasa
ditinggalkan dan memiliki banyak saudara sehingga keinginan untuk sembuh
semakin besar.
8. Motif Parang Kusuma
Motif
ini bermakna hidup harus dilandasi dengan perjuangan untuk mencari kehahagiaan
lahir dan batin, ibarat keharuman bunga (kusuma). Contohnya, bagi orang Jawa,
yang paling utama dari hidup di masyarakat adalah keharuman (kebaikan)
pribadinya tanpa meninggalkan norma-norma yang berlaku dan sopan santun agar
dapat terhindar dari bencana lahir dan batin. Mereka harus mematuhi aturan
hidup bermasyarakat dan taat kepada perintah Tuhan.
Kondisi
ini memang tidak mudah untuk direalisasikan, tetapi umumnya orang Jawa berharap
bisa menemukan hidup yang sempurna lahir batin. Mereka akan mengusahakan banyak
hal untuk mencapai kehidupan bahagia lahir dan batin.
Di
zaman yang serba terbuka sekarang ini, sunguh sulit unyuk mencapai ke tingkat
hidup seperti yang diharapkan karena banyak godaan. Orang pun lebih cenderung
mencari nama harum dengan cara membeli dengan uang yang dimiliki, bukan dari
tingkah laku dan pribadi yang baik.
9. Motif Parang Rusak Barong
Motif
batik parang rusak barong ini berasal dari kata batu karang dan barong
(singa). Parang barong merupakan parang yang paling besar dan agung, dan
karena kesakralan filosofinya, motif ini hanya boleh digunakan untuk raja,
terutama dikenakan pada saat ritual keagamaan dan meditasi.
Motif
ini diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang ingin mengekspresikan
pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya dan kesadaran
sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta.
Kata
barong berarti sesuatu yang besar dan ini tercermin pada besarnya ukuran
motif tersebut pada kain. Motif parang rusak barong ini merupakan induk
dari semua motif parang. Motif ini mempunyai makna agar seorang raja selalu
hati-hati dan mengendalikan diri.
10. Motif Slobog
Slobog bisa juga berarti lobok atau longgar. Kain ini biasa
dipakai untuk melayat, dengan tujuan agar yang meninggal tidak mengalami
kesulitan menghadap Yang Maha Kuasa. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
prinsip-prinsip keagamaan bahwa setelah kematian ada kehidupan lain yang harus
dipertanggungjawabkan, yaitu menghadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar